Brilio.net - Kasus ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta, Kelapa Gading, terus mengungkap fakta mengejutkan. Polisi memastikan bahwa bahan peledak yang digunakan dalam insiden itu dibeli secara online oleh pelaku yang masih berstatus anak berhadapan dengan hukum (ABH).

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto menjelaskan bahwa sang pelajar mengelabui keluarganya dengan alasan kegiatan sekolah.

“Kalau barang-barang paket yang diterima itu, itu kan untuk ekstrakurikuler sekolah. Jadi tidak ada kecurigaan dari keluarga juga,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto kepada wartawan, dihimpun brilio.net dari Liputan6.com

Ia menambahkan, orang tua korban bahkan yang menerima paket tersebut tanpa menyadari isinya.

“Iya seperti itu (beli online dikirim paket). Karena kan orang tuanya yang menerima,” sambungnya.

Lebih lanjut, Budi menjelaskan, sang siswa sempat berdalih bahwa laptopnya rusak agar aktivitas daringnya tidak diawasi.

“Ya itu tentang sifat gelagat ABH sehari-hari. Terus ditanyakan, secara umum nggak ada perubahan. Termasuk dia menggunakan web, kan kalau menurut si ABH ke orang tuanya bahwa laptopnya itu rusak,” jelasnya.

Mengetahui apa yang sudah diperbuat anaknya, orang tuanya pun sangat kaget. Mereka tidak menyangka sang anak bisa sejauh itu.

“Ya itu kaget, nggak menyangka kan (keluarganya),” tambah Budi.

Motif pelaku: Terinspirasi dari aksi penembakan massal

Kepolisian juga menemukan indikasi bahwa pelaku terinspirasi dari aksi penembakan massal di luar negeri.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan bahwa sang siswa bukan bagian dari jaringan terorisme, namun menjadi korban perundungan (bullying).

“Pelaku melakukan aksi karena menjadi korban bullying dari rekannya, dan meniru pelaku penembakan massal di luar negeri sebagai metode untuk melakukan aksi balas dendam, dan bukan karena ideologi,” ungkap Trunoyudo.

Ia menambahkan bahwa faktor sosial dan keluarga turut berperan besar dalam memengaruhi kondisi mental remaja.

“Kerentanan anak dipengaruhi oleh sejumlah faktor sosial. Seperti bullying, broken home dalam keluarga, marginalisasi sosial, serta minimnya kemampuan literasi digital,” jelasnya.

Kondisi pelaku dan dampak psikologis di sekolah

Hingga kini, pelaku masih dirawat di rumah sakit akibat luka dari ledakan. Kondisinya sudah membaik, tetapi belum bisa dimintai keterangan.

“Penyidik masih berkoordinasi dengan dokter yang menangani karena kondisinya masih lemas dan pusing pasca dilepas alat selang makanan,” kata Budi Hermanto.

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak psikologis bagi siswa lain.

“Ternyata dampaknya juga di luar dugaan saya, banyak siswa yang kemudian minta pindah sekolah,” ujarnya.

Ia menekankan pentingnya perhatian psikologis pasca-insiden agar siswa tidak semakin tertekan.

“Saya sudah minta kepada sekolah dan Dinas Pendidikan agar hal ini dirumuskan secara baik. Karena saya nggak mau dampaknya sampai panjang,” kata Pramono.