Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini berbagi pandangannya mengenai situasi global dalam pertemuan musim semi di Washington, D.C. Dalam forum tersebut, Amerika Serikat mengungkapkan bahwa mereka merasa diperlakukan tidak adil oleh sistem global yang selama ini menjadi sorotan negara-negara berkembang.
"Di Washington kemarin, headline dan topik paling menonjol adalah pernyataan Amerika bahwa mereka merasa dizolimi oleh sistem global," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa pada Rabu (30/4).
Menariknya, selama ini negara-negara berkembang yang sering kali merasa terpinggirkan oleh globalisasi. Namun kini, Amerika, sebagai negara adidaya, juga mengklaim bahwa mereka 'diperlakukan tidak adil'. Ini menunjukkan bahwa sistem global sedang mengalami guncangan yang signifikan.
"Ternyata yang terzolimi tidak hanya negara berkembang, tetapi juga negara dengan ekonomi terbesar di dunia merasa bahwa sistem global ini tidak adil," tambahnya.
Menurut Sri Mulyani, pernyataan ini cukup mengejutkan karena datang dari negara yang selama ini dianggap paling diuntungkan oleh sistem global yang ada. Ketidakadilan dan ketidakseimbangan menjadi sorotan utama dalam forum tersebut, di mana ketidakseimbangan dalam sistem perdagangan dan ekonomi dunia juga menjadi perhatian.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4815432/original/030747900_1714296156-Screenshot_2024-04-28_151747.jpg)
foto: Instagram/@smindrawati
Sri Mulyani menjelaskan bahwa Amerika Serikat menilai sistem perdagangan internasional telah menciptakan ketidakseimbangan struktural yang merugikan. Sebagai respons, negara tersebut mengambil tindakan korektif melalui kebijakan tarif resiprokal.
"Ketidakseimbangan itu menjadi headline kedua. Unfair adalah yang pertama, dan imbalances adalah yang kedua. Oleh karena itu, Amerika melakukan tindakan korektif melalui tarif retaliasi, atau tarif resiprokal. Jika negara lain membalas, itu disebut retaliasi," ujarnya.
Dalam praktiknya, satu-satunya negara yang melakukan balasan secara terbuka adalah Tiongkok, sementara negara-negara lain lebih memilih pendekatan diplomatik dan negosiasi.
"Kebetulan satu-satunya negara yang membalas adalah RRT, yang lainnya lebih memilih negosiasi," tambahnya.
Lebih jauh, Sri Mulyani menekankan bahwa pernyataan dan langkah Amerika ini menandai adanya perubahan besar dalam tatanan dunia. Ia menyebut bahwa dunia kini berada dalam fase guncangan geopolitik dan geoekonomi yang memerlukan kewaspadaan dari semua negara, termasuk Indonesia.
"Dalam konteks ini, saya ingin menyampaikan bahwa kita harus waspada terhadap perubahan besar dalam tatanan dunia. Indonesia, sebagai negara besar di ASEAN dan G20, juga harus melakukan repositioning," ujarnya.
Sri Mulyani menilai bahwa tatanan dunia yang sebelumnya berbasis multilateralisme mulai tergeser ke arah unilateral dan bilateral. Mekanisme negosiasi kelompok juga dinilai belum efektif karena belum disepakati secara luas.
"Kita harus memahami dan mengantisipasi perubahan ini untuk menjaga kepentingan kita, melindungi rakyat kita, dan melindungi dunia usaha kita," pungkasnya.
Recommended By Editor
- Prabowo curhat ke Sri Mulyani, banyak menteri belum dapat mobil dinas meski sudah 6 bulan kerja
- THR PNS daerah belum cair, Sri Mulyani beri penjelasan
- Bukan cuma kata nenek, bidan juga setuju pentingnya jamu terstandar pasca persalinan
- Teka-teki Sri Mulyani mundur dari Kabinet Prabowo terungkap lewat klarifikasi Istana
- Heboh rumor Sri Mulyani mundur, apa respons Menteri Keuangan?
- Meski efisiensi anggaran berlaku, Sri Mulyani pastikan tak ada PHK honorer di kementerian dan lembaga

