Data terbaru dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatik) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengungkapkan bahwa pada Juli 2025, sebanyak 1.118 pekerja di seluruh Indonesia mengalami pemutusan hubungan kerja atau PHK. Ini adalah angka yang cukup signifikan dan menunjukkan tantangan yang dihadapi oleh pasar kerja kita.

Provinsi Jawa Barat menjadi penyumbang terbesar PHK dengan 325 pekerja yang terdampak. Ini cukup mengejutkan, mengingat Jawa Barat dikenal sebagai salah satu pusat industri terbesar di Indonesia.

Di posisi kedua, ada Provinsi Banten dengan 144 pekerja yang terkena PHK, diikuti oleh Kalimantan Timur dengan 114 pekerja. Sementara itu, Sulawesi Selatan dan DKI Jakarta juga tidak luput dari dampak ini, masing-masing dengan 97 dan 85 kasus PHK.

Data ini menunjukkan bahwa pemutusan hubungan kerja lebih banyak terjadi di provinsi yang memiliki sektor industri padat karya. Hal ini mencerminkan dinamika pasar kerja yang bervariasi di setiap wilayah di Indonesia, yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi lokal dan sektor industri yang dominan.

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga melaporkan bahwa kebijakan relaksasi impor yang diterapkan pemerintah berdampak besar pada sektor manufaktur, menyebabkan sekitar dua juta buruh mengalami PHK. Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, mengungkapkan bahwa meskipun ada upaya untuk merevisi regulasi, tantangan yang dihadapi industri manufaktur masih akan berlanjut dalam waktu dekat.

Febri menegaskan bahwa lonjakan PHK di sektor industri padat karya adalah dampak langsung dari kebijakan relaksasi impor yang membuat pasar domestik dipenuhi produk impor murah. Ini adalah situasi yang sangat mengkhawatirkan dan perlu perhatian serius dari semua pihak.