Brilio.net - Kritik tajam terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) mencuat di rapat Komisi IX DPR RI, ketika dr Tan Shot Yen, seorang dokter sekaligus ahli gizi masyarakat, menyampaikan pandangan kritisnya. Ia menilai program tersebut belum tepat sasaran dan justru berisiko jika tidak dievaluasi secara menyeluruh.

Salah satu sorotan terbesarnya adalah menu makanan MBG yang dinilai lebih banyak mengandalkan produk olahan, seperti burger dan spageti, dibandingkan pangan lokal yang kaya gizi. Menurutnya, menu semacam itu tidak sejalan dengan prinsip gizi seimbang dan justru bisa kontraproduktif terhadap tujuan program.

Tak hanya itu, dr Tan juga menekankan soal keamanan pangan atau food safety. Ia mengingatkan bahwa makanan yang disajikan dalam kondisi tidak sesuai standar penyimpanan bisa menjadi sarang bakteri, sehingga meningkatkan risiko keracunan yang sudah sempat terjadi di beberapa daerah.

Latar Belakang dr Tan Shot Yen

profil dokter tan shot yen © 2025 berbagai sumber

foto: Instagram/@drtanshotyen

Brilio.net melansir dari berbagai sumber pada Jumat (26/9), dr Tan Shot Yen lahir pada 17 September 1964 di Beijing, China, dan besar di Indonesia. Ia menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Tarumanegara, kemudian melanjutkan profesi kedokteran di Universitas Indonesia. Tidak berhenti di situ, ia memperdalam keilmuan ke luar negeri, termasuk studi fisioterapi di Perth, Australia, dan pendidikan tentang penyakit menular seksual di Thailand.

Selain berkarier sebagai dokter, dr Tan juga dikenal sebagai penulis, kolumnis, serta edukator publik. Ia rutin menulis di media nasional seperti Kompas dan telah menerbitkan sejumlah buku mengenai gizi serta kesehatan. Keterlibatannya dalam berbagai forum ilmiah membuat namanya dikenal luas sebagai intelektual publik di bidang kesehatan.

Dr Tan juga menyelesaikan pendidikan pascasarjana di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara pada 2009, menjadikannya sosok dokter yang tidak hanya fokus pada aspek medis, tetapi juga reflektif terhadap isu sosial dan budaya.

Kritik terhadap Program MBG

Dalam rapat DPR, dr Tan menyampaikan bahwa menu MBG seperti burger dan spageti masuk kategori ultra-processed food atau makanan ultra-olahan, yang justru berpotensi menimbulkan masalah kesehatan jangka panjang. Ia menilai program ini seharusnya lebih mengedepankan pangan lokal yang kaya gizi dan sesuai dengan kultur daerah.

Ia mencontohkan bahwa di Sulawesi ada kapurung yang penuh nutrisi, sementara di Papua terdapat ikan kuah asam yang kaya protein. Menu semacam itu dinilai jauh lebih sehat dan mendukung ketahanan pangan lokal ketimbang sajian berbasis tepung terigu yang bahkan tidak ditanam di Indonesia.

Selain itu, dr Tan menyoroti kasus keracunan massal yang dialami ribuan siswa penerima MBG. Hal ini menurutnya menjadi alarm serius agar pemerintah memperhatikan standar keamanan makanan dalam program berskala nasional.

Reaksi Publik dan Implikasi Kritik

Kritik dr Tan mendapat sambutan luas dari publik, terutama para orang tua dan tenaga kesehatan. Banyak yang menyatakan sepakat bahwa program MBG harus dievaluasi agar benar-benar bermanfaat, bukan sekadar menjadi program politik.

Dukungan terhadap dr Tan bahkan membanjiri media sosial, dengan warganet menyebut dirinya layak memimpin kebijakan kesehatan nasional karena konsistensinya membela kepentingan masyarakat. Meski demikian, sebagian pihak menilai kritik tersebut harus diimbangi dengan solusi konkret agar program tidak berhenti di tengah jalan.

Kritik keras ini pun menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki kebijakan MBG, terutama dalam hal pemilihan menu, keterlibatan ahli gizi, dan penerapan standar food safety yang ketat.

FAQ yang Banyak Dicari

1. Siapa dr Tan Shot Yen?
Ia adalah dokter, ahli gizi masyarakat, penulis, sekaligus edukator publik yang dikenal vokal menyuarakan isu kesehatan.

2. Apa kritik utama dr Tan terhadap program MBG?
Ia menilai menu MBG terlalu banyak makanan olahan seperti burger dan spageti, bukan pangan lokal bergizi.

3. Mengapa pangan lokal penting dalam program MBG?
Karena lebih kaya gizi, sesuai kultur daerah, dan mendukung ketahanan pangan Indonesia.

4. Apa risiko yang ditekankan dr Tan dalam MBG?
Masalah food safety, karena makanan yang disimpan di suhu tidak tepat bisa menjadi sarang bakteri.

5. Bagaimana reaksi publik terhadap kritik dr Tan?
Mayoritas mendukung, terutama orang tua dan tenaga kesehatan, yang menilai kritiknya mewakili keresahan masyarakat.