Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menjelaskan mengenai isu transfer data pribadi warga Indonesia ke Amerika Serikat (AS). Hal ini merupakan bagian dari kesepakatan penurunan tarif impor sebesar 19 persen. Hasan menegaskan bahwa pertukaran data ini hanya akan dilakukan sesuai dengan UU Perlindungan Data Pribadi yang berlaku.

Dia menyebutkan bahwa data yang dipertukarkan hanya akan diberikan kepada negara-negara yang sudah diakui mampu melindungi dan menjamin keamanan data pribadi.

"Kita hanya bertukar data berdasarkan UU Perlindungan Data Pribadi kepada negara yang diakui bisa melindungi dan menjaga data pribadi," jelas Hasan kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (23/7).

Hasan juga menambahkan bahwa pertukaran data ini bukanlah hal yang baru, karena banyak negara lain juga melakukan hal serupa, termasuk negara-negara di Uni Eropa.

Dia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan terus melindungi data pribadi masyarakat. Pengelolaan data pribadi ini akan tetap dipegang oleh masing-masing negara.

"Kita sudah ada perlindungan data pribadi, dan perlindungan ini dipegang oleh pemerintahan kita. Soal pengelolaan data, kita lakukan masing-masing," ungkapnya.

Menurut Hasan, tujuan dari pertukaran data ini adalah untuk kepentingan komersial. Dia memberikan contoh, seperti jual beli barang berbahaya yang memerlukan transparansi data antara pembeli dan penjual.

"Bukan untuk data kita dikelola oleh orang lain, dan bukan juga kita kelola data orang lain. Ini untuk pertukaran barang dan jasa tertentu yang bisa bermanfaat, tetapi juga bisa berbahaya," tuturnya.

Koordinasi

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, juga akan segera berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, terkait kesepakatan transfer data pribadi ke AS. Dia menunggu penjelasan lebih lanjut dari Airlangga mengenai kesepakatan tersebut.

"Kami akan ke Menko Perekonomian dan akan koordinasi untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut. Mungkin akan ada pernyataan dari Menko Perekonomian atau dari kami setelah itu," pungkas Meutya.

Lembar Fakta

Lembar fakta yang dirilis oleh Gedung Putih pada Selasa (22/7/2025) menyatakan bahwa Presiden Donald Trump mengumumkan kesepakatan dagang bersejarah dengan Indonesia. Kesepakatan ini akan memberikan warga AS akses pasar di Indonesia, yang sebelumnya dianggap mustahil, serta membuka peluang besar bagi sektor manufaktur, pertanian, dan digital AS.

Dalam kesepakatan ini, Indonesia akan membayar tarif timbal balik sebesar 19 persen kepada AS dan menghapus hambatan tarif terhadap lebih dari 99 persen produk AS yang diekspor ke Indonesia. Ini mencakup semua produk pertanian, kesehatan, makanan laut, teknologi informasi, otomotif, dan bahan kimia, yang akan menciptakan peluang akses pasar yang bernilai secara komersial.

Kesepakatan ini juga mencakup isu perlindungan data pribadi, di mana Indonesia akan memberikan kepastian mengenai kemampuan untuk memindahkan data pribadi ke AS dengan mengakui AS sebagai negara yang menyediakan perlindungan data yang memadai sesuai dengan hukum Indonesia.

Dalam hal meningkatkan standar ketenagakerjaan, Indonesia berkomitmen untuk mengadopsi larangan impor barang yang diproduksi dengan kerja paksa dan menghapus ketentuan yang membatasi pekerja dan serikat buruh dalam menjalankan kebebasan berserikat.

Lembar fakta tersebut juga menyebutkan bahwa dalam beberapa minggu ke depan, AS dan Indonesia akan meresmikan Perjanjian Perdagangan Timbal Balik untuk mengamankan manfaat bagi pelaku usaha dan pekerja AS.