Brilio.net -  

Empat pulau, yaitu Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek, menjadi perhatian publik karena terlibat dalam sengketa wilayah antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Isu ini kembali mencuat setelah Menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan pada 25 April 2025 yang menetapkan keempat pulau tersebut berada dalam wilayah administratif Sumatera Utara. Kebijakan ini memicu protes keras dari masyarakat Aceh yang merasa bahwa wilayah mereka telah diambil secara sepihak.

Permasalahan batas wilayah ini ternyata sudah berakar sejak tahun 1978 dan terus berlarut-larut hingga beberapa dekade kemudian. Sengketa tersebut melibatkan berbagai proses klaim dan verifikasi administratif yang kompleks. Tak hanya soal batas wilayah, konflik ini juga menyentuh soal kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada di kawasan tersebut, terutama potensi gas alam di perairan Andaman yang menjadi incaran strategis kedua provinsi.

Memanasnya situasi membuat Presiden Prabowo Subianto turun langsung pada Juni 2025 untuk menyelesaikan sengketa ini secara tuntas. Dalam keputusan akhirnya, Presiden menetapkan bahwa keempat pulau tersebut secara sah masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Aceh. Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution menerima keputusan tersebut.

Fakta dan kronologi sengketa 4 pulau Aceh-Sumut

1. Sejarah sengketa

Sengketa empat pulau ini sudah terjadi sejak 1978, dengan klaim administratif yang saling tumpang tindih antara Aceh dan Sumut. Pulau-pulau tersebut secara historis tercatat sebagai bagian dari Kabupaten Aceh Singkil berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 1956 dan Nota Kesepahaman Helsinki 2005.

2. Keputusan Mendagri 2025

Pada 25 April 2025, Kemendagri mengeluarkan keputusan yang menetapkan keempat pulau tersebut masuk wilayah Sumatera Utara. Keputusan ini memicu protes keras dari Pemprov Aceh yang kemudian mengajukan peninjauan ulang.

3. Peran Presiden Prabowo

Setelah polemik memanas, Presiden Prabowo Subianto mengambil alih penyelesaian sengketa dan pada 17 Juni 2025 memutuskan bahwa keempat pulau tersebut secara administratif kembali menjadi bagian dari Aceh.

4. Reaksi Pemprov Sumut

Gubernur Sumut Bobby Nasution memilih untuk legowo dan menghormati keputusan pemerintah pusat demi menjaga hubungan baik antar provinsi.

5. Kandungan sumber daya alam

Salah satu alasan sengketa ini cukup sengit adalah kandungan gas yang besar di sekitar kawasan empat pulau tersebut, yang sangat strategis untuk pengelolaan sumber daya energi di wilayah barat Sumatera.

6. Dampak sosial dan politik

Sengketa ini menimbulkan gelombang aksi protes di Aceh, termasuk pengibaran bendera Bulan Bintang sebagai simbol identitas dan protes terhadap keputusan awal yang mengalihkan pulau ke Sumut.

7. Sejarah administratif dan hukum

Keempat pulau ini secara administratif sudah tercatat sebagai bagian dari Aceh sejak lama, sehingga keputusan awal yang mengalihkan ke Sumut menimbulkan kontroversi dan perlu verifikasi ulang yang mendalam.

Dengan kronologi yang panjang dan keputusan terbaru yang mengembalikan keempat pulau tersebut ke Aceh, kasus ini menjadi pembelajaran penting tentang pentingnya kejelasan batas wilayah dan pengelolaan sumber daya yang adil antara provinsi di Indonesia. Sengketa ini juga menunjukkan peran penting pemerintah pusat dalam menjaga keutuhan wilayah dan harmonisasi antar daerah.