Brilio.net - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menjadi pusat perhatian publik sejak menjabat pada 2025 berkat sejumlah kebijakan di sektor pendidikan yang kontroversial. Salah satu kebijakan yang paling menyita perhatian adalah program pengiriman siswa bermasalah ke barak militer TNI/Polri sebagai bagian dari upaya pembentukan karakter dan peningkatan kedisiplinan. Kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), hingga para ahli pendidikan. Mereka menilai pendekatan semacam itu berpotensi melanggar hak-hak anak dan bisa menimbulkan dampak psikologis, seperti trauma.

Kebijakan lain yang tak kalah menuai perdebatan adalah pelarangan kegiatan wisuda dan study tour yang dinilai membebani orang tua siswa secara ekonomi. Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa larangan tersebut hanya ditujukan untuk kegiatan yang bersifat memberatkan dari segi biaya, bukan untuk menghapus tradisi itu sepenuhnya.

Meskipun menimbulkan perbedaan pendapat di masyarakat, Dedi tetap mempertahankan kebijakan-kebijakan tersebut dengan dalih ingin memperbaiki mutu pendidikan serta membentuk generasi muda yang lebih disiplin dan bertanggung jawab. Meski demikian, sejumlah kalangan menilai pendekatan yang digunakan masih memerlukan kajian ulang agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan anak dan tetap mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dalam dunia pendidikan.

Berikut kebijakan pendidikan Dedi Mulyadi yang tuai kontroversi, seperti dihimpun brilio.net dari berbagai sumber, Rabu (4/6).

1. Program pendidikan karakter di barak militer

Program ini menyasar siswa dengan perilaku bermasalah seperti tawuran, merokok, dan kecanduan game. Selama 18 hingga 28 hari, siswa mengikuti pelatihan kedisiplinan yang dipandu oleh TNI dan Polri. Meskipun diklaim sebagai upaya pembinaan, program ini mendapat penolakan dari KPAI yang menilai tidak ada asesmen psikolog profesional dan berpotensi melanggar hak anak.

2. Larangan wisuda dan study tour

Mulai tahun ajaran 2025/2026, Dedi Mulyadi menetapkan pelarangan terhadap pelaksanaan wisuda dan study tour di seluruh jenjang pendidikan. Langkah ini diambil untuk meringankan beban ekonomi keluarga siswa, yang kerap terjerat utang, termasuk dari pinjaman online—salah satu persoalan serius di Jawa Barat dengan total utang mencapai Rp 18,6 triliun pada tahun 2024.

Menurut Dedi, acara wisuda hanya bersifat seremonial dan tidak memiliki kontribusi nyata terhadap pencapaian akademik siswa. Sementara itu, kegiatan study tour dinilai terlalu mahal dan sering menjadi beban bagi para orang tua. Sebagai alternatif, sekolah didorong menyelenggarakan aktivitas yang bersifat edukatif sekaligus terjangkau, seperti pengelolaan sampah, pertanian organik, serta pelatihan keterampilan praktis.

Kebijakan ini mendapat sambutan positif, namun juga tidak lepas dari kritik. Beberapa pihak berpendapat bahwa wisuda tetap memiliki nilai jika dilakukan secara sederhana dan tidak memberatkan. Secara keseluruhan, kebijakan ini bertujuan mengubah pola konsumtif dalam dunia pendidikan dan mengarahkan sistem pendidikan di Jawa Barat agar lebih berkelanjutan dan fokus pada pembentukan karakter siswa.

3. Kontroversi jam masuk sekolah lebih pagi

Dedi Mulyadi menetapkan aturan baru terkait jam masuk sekolah yang akan berlaku mulai tahun ajaran 2025/2026, yaitu secara serentak dimulai pukul 06.30 WIB. Kebijakan ini diharapkan mampu mendorong peningkatan disiplin serta efektivitas kegiatan belajar-mengajar di pagi hari. Selain itu, kebijakan ini juga sejalan dengan visi pembentukan karakter generasi muda yang sehat, tangguh, dan memiliki integritas.

Namun, kebijakan ini menimbulkan beragam tanggapan dari masyarakat. Sebagian orang tua mengeluhkan waktu masuk yang dianggap terlalu pagi, karena menyulitkan persiapan anak-anak dan bisa mengurangi waktu tidur mereka. Hal ini dikhawatirkan berdampak pada kesehatan fisik maupun mental siswa. Pengamat pendidikan turut menyuarakan kekhawatiran bahwa anak-anak belum tentu siap menerima pelajaran secara optimal di jam yang sangat pagi. Sebelumnya, Dedi Mulyadi sempat mengusulkan jam masuk pukul 06.00 WIB, namun kemudian diputuskan menjadi pukul 06.30 WIB.

Selain jam masuk lebih pagi, kebijakan ini juga meliputi aturan jam malam bagi pelajar mulai pukul 21.00 hingga 04.00 WIB untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Pemerintah pusat dan berbagai pihak menekankan pentingnya evaluasi dan keterlibatan orang tua serta guru agar kebijakan ini tidak memberatkan siswa dan tetap menjaga kualitas pendidikan secara menyeluruh.

4. Kebijakan penghapusan PR

Dedi Mulyadi mengumumkan sebuah kebijakan baru yang akan mulai diterapkan pada tahun ajaran 2025/2026, yaitu penghapusan pekerjaan rumah (PR) bagi para siswa. Tujuan dari kebijakan ini adalah agar seluruh kegiatan belajar dilakukan sepenuhnya di sekolah, sehingga siswa tidak lagi dibebani tugas yang harus diselesaikan di rumah. Dedi menekankan bahwa waktu di rumah sebaiknya dimanfaatkan untuk beristirahat, membantu orang tua, berolahraga, serta membaca buku, bukan untuk mengerjakan PR yang kerap dianggap sebagai beban tambahan.

Dia juga telah menginstruksikan Dinas Pendidikan Jawa Barat untuk mengeluarkan surat edaran resmi yang melarang sekolah-sekolah memberikan PR kepada murid. Dedi mengingatkan bahwa kebijakan serupa pernah ia terapkan saat menjabat sebagai Bupati Purwakarta. Menurutnya, jika disebut "pekerjaan rumah", maka bentuknya seharusnya pekerjaan domestik seperti menyapu lantai, mencuci piring, atau membantu memasak, bukan tugas-tugas akademik dari sekolah.

Kebijakan ini merupakan bagian dari langkah reformasi pendidikan yang lebih luas di wilayah Jawa Barat, yang juga mencakup perubahan waktu masuk sekolah menjadi pukul 06.30 WIB. Dedi berharap melalui kebijakan ini dapat terbentuk generasi muda yang sehat secara fisik, cerdas secara intelektual, serta terampil, tanpa tekanan berlebih dari beban belajar di luar jam sekolah.