Brilio.net - Di tengah riuhnya lalu lintas kota, ada satu sosok yang menjalani hidup dalam kesunyian—bukan karena tak punya pilihan, tapi karena kehilangan yang terlalu dalam. Di bawah sebuah jembatan yang sibuk dilalui kendaraan, berdiri sebuah gubuk kecil yang jadi tempat tinggal Hafiz, pria paruh baya yang dulunya hidup berkecukupan.
Dari penampilannya yang sederhana, tak banyak orang menyangka bahwa Hafiz adalah mantan dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ia pernah menimba ilmu hingga ke luar negeri dan hidup di Italia selama bertahun-tahun, namun kini memilih tinggal di tempat yang nyaris tak terpikirkan.
Bukan karena tak punya rumah atau harta, tetapi karena kehilangan orang-orang tercintanya membuat Hafiz menyerahkan semua yang dimilikinya. Ia meninggalkan pekerjaan, yayasan pendidikan, hingga kehidupannya yang dulu mapan, dan memutuskan menepi dari dunia.
Hafiz dikenal sebagai warga asli Jember yang telah tinggal di Kolong jembatan kawasan Kadilangu, Demak, Jawa Tengah, selama sembilan tahun terakhir. Gubuk tempat ia tinggal dibangun dari bantuan warga sekitar dan berdiri di sela-sela kebisingan kota.
foto: YouTube/Sinau Hurip
Meski tampak seperti gelandangan, Hafiz menyimpan latar belakang yang tak biasa. Ia merupakan dokter spesialis THT yang pernah melanjutkan pendidikan di Singapura dan tinggal di Italia selama empat tahun.
Dalam obrolannya dalam kanal YouTube Sinau Hurip, Hafiz menceritakan perjalanan hidupnya sebagai seorang profesional di dunia medis. Ia menyebut pernah mendirikan apotek di Jember sebelum akhirnya meninggalkan semua itu.
"Saya dulu dokter. Saya S1-nya di UI kedokteran umum, terus saya kuliah lagi, terus nikah. Kebetulan istri saya dokter, orang Cianjur, saya ambil THT lagi waktu itu di Singapura, terus saya ke Italia. Nggak pulang-pulang di Italia 4 tahun," ujar Hafiz, mengenang masa lalunya, dikutip brilio.net dari YouTube Sinau Hurip pada Selasa (29/7).
Perjalanan hidup Hafiz mulai berubah sejak kepergian istri tercinta. Istrinya yang juga seorang dokter meninggal dunia, menyisakan luka yang belum sempat sembuh.
foto: YouTube/Sinau Hurip
Tak lama setelah itu, Hafiz kehilangan satu-satunya anak yang tengah kuliah di Jerman. Anaknya meninggal dunia dalam kecelakaan saat hendak pulang ke Indonesia menjelang wisuda.
"Istri meninggal habis itu anak kuliah mau wisuda di Jerman pulang ke Indonesia belum sampai ke rumah kecelakan dan meninggal. Nah dari situ saya frustrasi," katanya dengan nada sendu.
Kehilangan dua orang tersayang dalam waktu berdekatan membuat Hafiz merasa hampa. Ia merasa tidak lagi punya alasan untuk bertahan dalam kehidupan yang dulu ia bangun dengan penuh perjuangan.
"Saya frustrasi. Rasanya semuanya kurang-kurang. Di rumah ada yayasan pendidikan yang saya kelola dulu, tapi akhirnya saya serahkan ke saudara angkat saya. Saya keluar, saya ke tempat istri di Jawa Barat, saya nggak betah, lalu ke Singapura kumpul sama temen-temen dokter, lalu kembali ke sini ke Indonesia," lanjutnya.
foto: YouTube/Sinau Hurip
Meski hidup jauh dari kenyamanan, Hafiz merasa lebih damai di tempatnya sekarang. Ia menyebut hidupnya lebih tenang dan bebas dari ambisi yang dulu membebani pikirannya.
Ia masih menjalani aktivitas dasar seperti makan dan bersosialisasi dengan warga sekitar. Namun kini ia lebih memilih hidup dalam kesederhanaan dan menerima keadaan yang datang padanya.
"Lebih tenang rasanya. Kalau mematikan hasrat sepenuhnya saya belum bisa, masih butuh makan, masih butuh macam-macam. Tapi setidaknya, saya belajar hidup tanpa ambisi lagi," ungkapnya.
Di ujung perbincangan, Hafiz menyampaikan kalimat penuh makna yang ia sebut sebagai wasiat untuk dirinya sendiri. Sebuah refleksi dari hidup yang telah dijalaninya dan keyakinan akan akhir yang tak bisa ditebak.
"Saya sudah siapkan segalanya, saya siap. Karena Allah yang membawa saya. Apa gunanya saya salat 5 waktu, 24 jam hidup untuk-Nya, kalau saya tidak siap menghadapi mati? Inna Sholati Wanusuki Wamahyaya Wamamati Lillahi Robbil Alamin," ujarnya lirih.
Gubuk kecil di kolong jembatan itu kini bukan sekadar tempat tinggal. Di sanalah Hafiz menemukan kembali makna hidup dalam sunyi, jauh dari hiruk-pikuk dunia, namun lebih dekat dengan dirinya sendiri.
Recommended By Editor
- Kreatif pol, WNI ini buat toko kelontong keliling khusus produk asal Indonesia di Jepang
- Kesabaran membuahkan hasil, bapak-bapak ini 20 tahun jadi cleaning service, terharu usai lolos PPPK
- Bagaimana sih atlet tarkam Bekasi atasi nyeri otot cuma pakai minyak urut herbal? Ternyata ini triknya
- Kisah pemuda asal Bone viral usai lamar dokter lulusan China, tak main-main beri mahar Rp1 miliar
- 5 Fakta alasan eks Marinir Satria Arta jadi tentara Rusia, terlilit utang Rp750 juta
- Kisah pemuda yatim piatu yang rela digaji berapa aja demi hidup, kini dapat rejeki nomplok usai viral




