Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri baru saja mengambil langkah berani dengan menghentikan penggunaan sirine dan rotator di mobil patroli pengawal atau patwal. Keputusan ini diambil setelah banyaknya protes dari masyarakat di media sosial, yang memicu gerakan anti sirene dan rotator.

"Saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu," ungkap Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Jumat (19/9).

Suara sirene dan rotator yang selama ini dianggap mengganggu pengguna jalan, baik mobil maupun motor, kini menjadi fokus evaluasi Korlantas Polri. "Karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi saat padat, kita evaluasi meskipun ada ketentuan kapan seharusnya menggunakan sirene," jelasnya.

Heboh Protes Anti Sirine

Gerakan publik melawan penggunaan sirene dan rotator di media sosial bertajuk "Stop Tot Tot Wuk Wuk" semakin ramai. Protes ini membuat Istana Negara mengingatkan agar pejabat tidak bertindak semena-mena.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi juga menekankan bahwa Kementerian Sekretariat Negara telah mengeluarkan Surat Edaran kepada seluruh pejabat negara mengenai penggunaan fasilitas pengawalan. "Ada undang-undang yang mengatur itu," katanya.

Lebih lanjut, Prasetyo menegaskan pentingnya kepatutan dan ketertiban masyarakat saat menggunakan fasilitas tersebut. "Penggunaan fasilitas ini bukan berarti bisa semena-mena," tambahnya.

Dia juga menyatakan bahwa pemerintah mendorong penggunaan sirene dan rotator secara bijak demi efektivitas waktu, namun tetap harus menghormati pengguna jalan lainnya.

Presiden Prabowo Subianto menjadi contoh nyata dalam penggunaan sirene dan rotator, dengan mempertimbangkan kondisi jalan. Menurut Prasetyo, Presiden Prabowo menunjukkan sikap yang bijak dalam berlalu lintas.

"Beliau sering ikut terjebak macet dan berhenti di lampu merah, kecuali dalam situasi yang sangat mendesak," tuturnya.