Brilio.net - Kasus Laras Faizati Khairunnisa (LFK) mencuri perhatian publik usai dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Perempuan berusia 26 tahun itu dituduh menghasut massa untuk membakar Mabes Polri melalui unggahan di media sosial. Isu ini berkembang cepat karena Laras diketahui bekerja di lembaga internasional dan memiliki ribuan pengikut.
Pihak kepolisian menilai unggahannya dapat memicu tindakan anarkis di tengah situasi demonstrasi yang memanas. Namun keluarga dan kuasa hukumnya menilai proses hukum berjalan terlalu tergesa-gesa tanpa memberi ruang klarifikasi. Mereka juga menyebut pernyataan Laras hanyalah bentuk ekspresi kekecewaan semata.
Perdebatan semakin mencuat ketika muncul desakan agar kasus ini ditempuh lewat jalur restorative justice. Kuasa hukum Laras menilai mekanisme tersebut lebih adil karena menyangkut persoalan ekspresi, bukan tindakan nyata. Ibunda Laras pun berharap putrinya bisa dibebaskan dari jeratan hukum.
1. Penetapan tersangka secara cepat.
foto: Instagram/@Larasfaizati
Kasus ini berawal ketika unggahan Laras di Instagram dianggap mengandung ajakan provokatif. Konten tersebut memperlihatkan dirinya menunjuk ke arah Mabes Polri dari sebuah kantor yang berada tepat di sebelahnya. Dalam unggahan itu, ia menuliskan kalimat yang kemudian dituding sebagai penghasutan.
Polisi menilai unggahan tersebut bisa memperkuat aksi anarkis. Apalagi konten dibuat pada saat demonstrasi berlangsung di depan Mabes Polri, sehingga dianggap memberi dampak pada situasi massa. Akun Instagram Laras diketahui memiliki lebih dari 4 ribu pengikut, yang dinilai cukup berpotensi menyebarkan pengaruh.
Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji menyebut isi konten itu jelas mengarah pada provokasi. Ia menjelaskan bagaimana unggahan itu bisa mendorong tindakan berbahaya terhadap objek vital negara.
"Menghasut atau memprovokasi massa aksi unjuk rasa untuk melakukan pembakaran terhadap gedung Mabes Polri," tutur Himawan Bayu Aji di Mabes Polri, dikutip brilio.net dari Liputan6 pada Jumat (5/9).
2. Penahanan dan pasal berlapis.
foto: Liputan6/Nanda Perdana Putra
Setelah laporan masuk, Laras langsung ditetapkan sebagai tersangka. Ia kemudian ditahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri dengan sejumlah pasal yang menjeratnya. Pasal yang dikenakan berasal dari UU ITE hingga KUHP tentang penghasutan.
Kuasa hukum menilai proses ini terlalu cepat. Hanya dalam waktu sehari setelah laporan masuk, status tersangka langsung disematkan kepada Laras. Keesokan harinya ia dijemput paksa tanpa pernah dimintai klarifikasi lebih dulu.
Hal itu disampaikan langsung oleh pengacaranya, Abdul Gafur Sangadji. Ia menyebut seharusnya Laras diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan sebelum status hukumnya ditetapkan.
"Pada tanggal 31 Agustus 2025, beliau (LFK) dilaporkan dan tanggal 31 itu juga langsung ditetapkan sebagai tersangka. Pada tanggal 1 September, beliau langsung dilakukan penjemputan paksa oleh pihak Siber Bareskrim Polri tanpa pernah ada proses meminta klarifikasi dan penjelasan dari Laras," katanya.
3. Pertanyaan keluarga soal pelapor.
foto: Instagram/@Larasfaizati
Keluarga Laras mempertanyakan siapa sebenarnya pihak yang melaporkan kasus ini. Mereka menilai informasi tersebut penting untuk diketahui agar proses hukum bisa transparan. Namun penyidik disebut tidak memberikan keterangan mengenai hal itu.
Menurut kuasa hukum, hak mengetahui identitas pelapor merupakan bagian penting dari perlindungan hukum bagi tersangka. Tanpa kejelasan, keluarga sulit memahami dasar penetapan status hukum yang menjerat Laras.
Hal ini juga disampaikan Abdul Gafur yang mendampingi keluarga. Ia menekankan bahwa semua pihak berhak tahu atas laporan siapa Laras dijadikan tersangka.
"Ini sangat penting buat kami. Kenapa? Karena seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka itu harus tahu atas perkara apa dia diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka atas laporan siapa," ujarnya.
4. Harapan keluarga agar dibebaskan.
foto: Freepik.com
Keluarga menilai kasus ini berawal dari ekspresi spontan Laras di media sosial. Mereka berharap penegak hukum bisa melihat persoalan ini secara lebih bijak. Sang ibu bahkan memohon agar putrinya dibebaskan dari proses hukum.
Menurut keluarga, Laras hanyalah meluapkan kekecewaan atas insiden yang terjadi sebelumnya. Mereka percaya bahwa dirinya tidak memiliki niat untuk benar-benar memprovokasi tindakan anarkis.
Ibunda Laras, Fauziah, menyampaikan langsung harapannya. Ia menilai anaknya selama ini baik dan hanya menuliskan apa yang dirasakan.
"Anak saya ini anak yang baik. Hanya mungkin dia menyuarakan suara hatinya saja. Tolong jangan sampai proses hukumnya terjadi. Mohon bantuannya Laras dibebaskan," ucapnya.
5. Respons Polri dan desakan restorative justice.
foto: Freepik.com
Pihak kepolisian membela langkah cepat yang mereka ambil. Menurut Dirtipidsiber, tindak pidana siber membutuhkan penindakan kilat agar barang bukti digital tidak dihapus atau diubah. Penyidik menganggap ini strategi penyidikan yang harus dijalankan.
Brigjen Himawan menjelaskan mengapa pihaknya tidak menunda proses penangkapan. Ia menekankan bahwa bukti digital rawan dimanipulasi sehingga penyidik harus bergerak segera.
"Agar barang bukti digital yang didapatkan penyidik tidak dihilangkan ataupun diubah, dibutuhkan gerak cepat oleh penyidik dalam penindakan. Ini adalah strategi penyidikan yang kami lakukan sehingga kami langsung melakukan penangkapan terhadap yang bersangkutan,” katanya.
Di sisi lain, keluarga dan kuasa hukum mendorong penyelesaian perkara ini melalui jalur restorative justice. Mereka menilai langkah ini paling tepat karena menyangkut persoalan ekspresi yang tidak terbukti merugikan secara langsung. Harapannya, kasus ini bisa selesai lewat mediasi dan dialog.
"Kalau menurut saya justru langkah restoratif justice itu adalah langkah yang paling tepat. Kenapa? Karena yang dijadikan sebagai dasar penetapan tersangka ini kan suatu perbuatan yang sama sekali perbuatan itu tidak terbukti. Dampaknya gitu," kata kuasa hukum Laras Faizati, Abdul Gafur Sangadji, kepada wartawan di Bareskrim Polri, Kamis (4/9).
Recommended By Editor
- 9 Potret Jerome Polin dan artis lainnya serahkan tuntutan rakyat ke DPR, diterima Rieke Diah Pitaloka
- Curahan hati Bripka Rohmad saat jalani sidang kode etik Polri
- Bukan cuma kata nenek, bidan juga setuju pentingnya jamu terstandar pasca persalinan
- Pengemudi rantis Brimob minta maaf ke orang tua Affan Kurniawan, Bripka Rohmat: jiwa kami Tribrata
- Bripka Rohmat sopir rantis Brimob yang lindas Affan Kurniawan dijatuhi sanksi demosi 7 tahun
- Profil Kompol Cosmas Kaju Gae yang resmi dipecat dari kepolisian usai insiden rantis lindas ojol
- Momen Kompol Kosmas menangis saat dipecat Polri: “Saya hanya jalankan perintah komandan”






