Brilio.net - Wanda Hamidah bersama ratusan relawan dari berbagai negara tergabung dalam Global Sumud Flotilla. Mereka menetap di pelabuhan Tunisia berhari-hari lamanya demi sebuah misi kemanusiaan ke Gaza. Di tengah penantian, mereka harus menghadapi ketidakpastian jadwal kapal yang akan membawa mereka menyeberangi Laut Mediterania.
Pengorbanan yang dilakukan tidaklah kecil. Kenyamanan, kesehatan, hingga kondisi finansial rela mereka pertaruhkan demi membantu sesama. Perjuangan panjang itu sekaligus menjadi cermin nyata dari kuatnya solidaritas lintas bangsa untuk Palestina.
BACA JUGA :
9 Potret Chiki Fawzi dan Wanda Hamidah ikut misi kemanusiaan ke Palestina, salurkan bantuan ke Gaza
Wanda menuturkan bahwa seluruh relawan sudah menyiapkan segala kebutuhan dasar. Mereka membawa backpack berisi makanan dan perlengkapan untuk bertahan hidup selama perjalanan laut pulang-pergi sekitar 15 hari.
"Dan kalau teman-teman lihat ketika hari pelepasan itu, we are all so ready to go. Kita semuanya udah siap banget. Kamu lihat, kita udah nenteng backpack yang berat. Kita udah bawa makanan buat persediaan di kapal. And we really there at the port. And all the boats is like in front of our eyes. Bener-bener udah di depan mata kita, dan kita tinggal berangkat. Kita gak bisa karena memang kita baru tahu bahwa kapal-kapal itu gak siap untuk mengangkut kita semua," ungkapnya dilansir akun Instagram wandahamidahbs, Selasa (16/9).
Namun kenyataan di lapangan jauh lebih keras dari yang dibayangkan. Banyak relawan yang harus menginap di sekitar pelabuhan karena kehabisan uang untuk menyewa penginapan. Situasi itu membuat Wanda merasa sangat sedih.
BACA JUGA :
Ganindra Bimo ternyata diam-diam bantu biaya perawatan rumah sakit korban demo, tuai pujian
"Kalau kamu liat juga, banyak peserta yang tidurnya sampai di pelabuhan. Sedih banget. Oh my god, I'm so sad to see all those people, hundreds of people. Mereka tuh udah gak punya uang lagi juga untuk hotel. Kalau kamu pikir hotel gak bayar, bayar! Jadi kayak, we're risking our life, we're risking our money," ujarnya.
Kesulitan utama datang dari kapal yang tersedia dalam jumlah terbatas. Beberapa bahkan dalam kondisi rusak setelah menempuh perjalanan sebelumnya ke Gaza. Akibatnya, relawan harus menunggu giliran tanpa kepastian kapan bisa berangkat.
"Kapal-kapal di Tunisia memang banyak yang dalam keadaan dan kondisi tidak siap. Jadi banyak yang masih rusak. Jadi harus diservice dan dibetulin karena perjalanan ke Gaza. Itu melalui laut Mediterranean yang cukup ganas juga. Jadi kalau kapalnya gak siap lebih baik memutuskan gak pergi. It's a good decision," jelas Wanda.
Selain itu, tantangan tidak hanya soal kesiapan kapal. Situasi keamanan di Gaza yang terus berubah membuat pencarian kapal semakin sulit.
"Gak gampang mencari kapal yang mau ke Gaza. Artinya apa? Ini kita belum bicara jiwa nih, kita baru bicara kapal aja. Gak gampang mencari kapal ke Gaza untuk disewa. Untuk disewa udah gak mungkin. Karena risiko kapal ke Gaza akan menghadapi senjata-senjata tercanggih dari Amerika," tambahnya.
Karena kendala yang begitu berat, sebagian besar relawan akhirnya memutuskan pulang ke negara masing-masing. Termasuk delegasi dari Indonesia yang tak lagi mampu bertahan dengan keterbatasan waktu dan biaya.
"Banyak delegasi yang sudah kembali pulang ke tanah air, termasuk juga delegasi dari Indonesia. Dan gak cuma dari Indonesia yang kembali pulang ke tanah air, banyak banget delegasi dari Perancis, dari South Africa, dari Jerman, dari seluruh dunia. Hampir semuanya sudah kembali pulang ke negara masing-masing. Pertanyaannya, kenapa mereka kembali pulang? Karena teman-teman dalam hal ini saya harapkan bisa berhusnuzon ya, berprasangka baik. Karena terus terang kendala yang ada di sini berat banget. Susah banget memang kita untuk bertahan," terangnya.
Melalui akun Instagram pribadinya, Wanda juga menyampaikan pesan kepada publik. Ia berharap masyarakat tidak mencemooh atau meremehkan relawan yang terpaksa pulang sebelum mencapai Gaza.
"Saya ingin teman-teman tidak meremehkan atau tidak mencemooh delegasi yang pulang. Karena kalian gak tahu betapa beratnya perjalanan menuju Gaza. Belum juga menuju Gaza, baru di Tunisia, ini udah berat banget. Dan kalian gak memahami betapa beratnya perjalanan ini. Jadi mohon, mohon banget, untuk tidak mencemooh kepulangan delegasi Indonesia yang udah berani mati untuk Palestina. Bukan cuma untuk Palestina, untuk bertahan dengan kemanusiaan, untuk bertahan dengan kebenaran," ucapnya.
Meski situasi tidak menentu, Wanda tetap berusaha hingga detik terakhir untuk bisa ikut berlayar menuju Gaza. Ia bahkan menyebut beberapa kapal yang berpotensi ditumpangi.
"Pokoknya hari ini hari terakhir saya mencoba untuk masuk kapal yang akan ke Gaza, Insya Allah. Doain hari ini berangkat, Kapal Alma. Terus tadi sejam yang lalu saya ditelepon berangkat, Kapal Yemen. Dan Insya Allah besok, maunya naik kapal Kaiser. Mudah-mudahan, Insya Allah doain saya masuk kapal Kaiser. Kalau tidak pun ya gak apa-apa. Berarti memang saya harus kembali ke Indonesia. Dan tentunya gak berhenti berjuang," tuturnya.
Bagi Wanda, apapun hasilnya, misi kemanusiaan tidak akan berhenti. Sekalipun langkah menuju Gaza terhenti di pelabuhan Tunisia, semangat membela kemanusiaan dan kebenaran akan terus ia bawa pulang ke Tanah Air.