Brilio.net - Kabar duka datang dari Keraton Surakarta Hadiningrat. Sri Susuhunan Pakubuwono XIII, raja Kasunanan Surakarta, dikabarkan meninggal dunia pada Minggu pagi (2/11) di Rumah Sakit Indriati Solo Baru. Sosok yang selama ini dikenal sebagai penjaga nilai-nilai luhur budaya Jawa itu wafat di usia 77 tahun, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga besar Keraton, masyarakat Surakarta, dan para pecinta budaya Nusantara.
Semasa hidupnya, PB XIII dikenal bukan hanya sebagai seorang raja, tetapi juga tokoh budaya yang konsisten menjaga warisan leluhur di tengah perubahan zaman. Di bawah kepemimpinannya, berbagai tradisi keraton kembali dihidupkan dan diperkenalkan ke generasi muda.
Untuk mengenang sosoknya, berikut perjalanan hidup lengkap Sri Susuhunan Pakubuwono XIII, sang raja Keraton Solo di era modern yang meninggalkan jejak kuat dalam sejarah Jawa, brilio.net himpun dari berbagai sumber, Minggu (2/11).
Perjalanan Panjang Sang Raja Jawa di Tengah Dinamika Zaman
foto: Merdeka.com
Sri Susuhunan Pakubuwono XIII atau PB XIII dikenal sebagai sosok penting dalam sejarah Kasunanan Surakarta Hadiningrat di era modern. Lahir di Surakarta pada 28 Juni 1948 dengan nama kecil GRM Suryadi, beliau merupakan putra tertua dari Susuhunan Pakubuwono XII dengan KRAy Pradapaningrum. Sejak kecil, PB XIII sudah dipersiapkan untuk menjadi penerus tahta, namun perjalanan menuju takhta tersebut tak semulus yang dibayangkan.
Dalam masa mudanya, ia sempat berganti nama menjadi GRM Suryo Partono karena kondisi kesehatannya yang lemah. Neneknya, GKR Pakubuwono, mengganti nama tersebut dengan harapan sang cucu mendapatkan keselamatan dan kekuatan. Seiring waktu, PB XIII tumbuh menjadi sosok berwibawa yang memahami nilai-nilai budaya Jawa, serta aktif dalam dunia profesional dan sosial sebelum akhirnya menjadi raja.
Sebelum menapaki tahtanya, PB XIII sempat bekerja di sektor swasta, termasuk di Caltex Pacific Indonesia di Riau, lalu pindah ke Jakarta. Ia dikenal bukan hanya sebagai bangsawan, tapi juga figur modern yang memadukan tradisi dengan peran sosial kemasyarakatan.
Awal Kehidupan dan Keluarga
foto: Wikipedia.com
Sebagai pangeran tertua, PB XIII menerima gelar Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Hangabehi, menandakan statusnya sebagai pewaris tahta Keraton Surakarta. Dalam kehidupan pribadinya, PB XIII menikah tiga kali: dengan KRAy Endang Kusumaningdyah, KRAy Winari Sri Haryani, dan terakhir dengan GKR Pakubuwono (Asih Winarni).
Dari ketiga pernikahannya, beliau dikaruniai beberapa anak, termasuk GPH Purbaya (KGPAA Hamangkunegara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram), yang kemudian diangkat sebagai putra mahkota pada tahun 2022. Keluarga PB XIII dikenal luas sebagai penjaga tradisi Jawa yang kuat, namun juga terbuka terhadap pembaruan dalam kehidupan sosial dan budaya.
Selain aktif di Keraton, PB XIII memiliki sisi akademik yang menonjol. Ia menerima gelar Doktor Kehormatan dari Global University of Lifelong Learning (GULL), Amerika Serikat, atas kontribusinya dalam pelestarian kebudayaan.
Konflik Tahta dan Dualisme Kepemimpinan
foto: Liputan6.com/Fajar Abrori
Setelah wafatnya PB XII pada 11 Juni 2004, Keraton Surakarta memasuki masa sulit dengan munculnya dualisme kepemimpinan antara KGPH Hangabehi (PB XIII) dan KGPH Tejowulan. Dua pihak yang sama-sama mengklaim legitimasi sebagai penerus raja menyebabkan ketegangan panjang di lingkungan Keraton.
Pada 31 Agustus 2004, KGPH Tejowulan dinobatkan sebagai raja di Sasana Purnama, sementara sembilan hari kemudian, pada 10 September 2004, KGPH Hangabehi juga dinobatkan sebagai raja di Kraton Surakarta. Perpecahan tersebut memicu bentrokan fisik dan konflik internal yang berlangsung hingga delapan tahun lamanya.
Pemerintah akhirnya turun tangan melalui mediasi panjang. Setelah melalui berbagai upaya perdamaian, PB XIII memperoleh pengakuan resmi sebagai Sri Susuhunan Pakubuwono XIII, sementara KGPH Tejowulan diberikan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Harya Panembahan Agung.
Rekonsiliasi dan Peran Sebagai Raja Budaya
foto: Wikipedia.com
Proses rekonsiliasi yang difasilitasi oleh Joko Widodo (saat itu Wali Kota Surakarta) pada 4 Juni 2012 menjadi tonggak penting bagi Keraton Surakarta. Sejak itu, PB XIII mulai aktif mengembalikan marwah dan tradisi budaya Jawa di tengah masyarakat modern.
Di bawah kepemimpinannya, Keraton Surakarta kembali rutin menyelenggarakan berbagai upacara adat seperti Grebeg Maulud, Labuhan, Sekaten, dan Kirab 1 Sura. Ia juga memberikan gelar kebangsawanan kepada tokoh yang berkontribusi dalam pelestarian budaya dan kemanusiaan.
Selain itu, PB XIII dikenal dekat dengan masyarakat. Ia mendukung kegiatan sosial, seperti program vaksinasi Covid-19, kegiatan budaya lintas daerah, serta memelopori rekor dunia pertunjukan wayang kulit dengan kelir terpanjang pada tahun 2018. Sosoknya dikenal kalem, tegas, dan tetap berpegang pada filosofi Jawa dalam menghadapi dinamika sosial yang modern.
Pertanyaan Populer Seputar Paku Buwono XIII
Q: Siapa Sri Susuhunan Pakubuwono XIII?
A: Beliau adalah raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang menjabat sejak 2004 setelah wafatnya PB XII.
Q: Apa konflik yang pernah terjadi di masa pemerintahannya?
A: Terjadi dualisme kepemimpinan antara PB XIII dan KGPH Tejowulan yang berlangsung selama delapan tahun.
Q: Kapan PB XIII diangkat sebagai raja?
A: PB XIII dinobatkan secara resmi pada 10 September 2004 dan diakui penuh setelah rekonsiliasi tahun 2012.
Q: Siapa putra mahkota penerusnya?
A: KGPAA Hamangkunegara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram, diangkat pada 27 Februari 2022.
Q: Apa kontribusi PB XIII terhadap budaya Jawa?
A: Ia aktif melestarikan tradisi keraton, menggelar upacara adat, serta memperkenalkan budaya Jawa ke dunia modern.
Recommended By Editor
- Oh, begini caranya bikin si kecil minta sendiri sarapan pagi berbekal sereal bernutrisi nan lezat
- Kabar duka dari Solo, Raja Kasunanan Surakarta Paku Buwono XIII tutup usia di RS Indriati
- Bukan cuma kata nenek, bidan juga setuju pentingnya jamu terstandar pasca persalinan
- 9 Potret Ahmad Dhani dapat gelar bangsawan dari Keraton Solo, gelarnya Kanjeng Pangeran
- Cukup 5 menit si kecil jadi suka sarapan cuma berbekal sereal? Ini ceritanya
- 9 Potret dulu dan kini Celine Evangelista, makin glowing dan cantik dengan gelar Raden Mas Ayu
- Celine Evangelista ungkap tugasnya usai dapat gelar kehormatan dari Keraton Solo
- 7 Potret momen persemayaman ayah Jerome Polin, mendiang kenakan dasi pemberian putranya
- Jerome Polin berduka, kenang sosok ayah yang penuh kasih dan kebaikan





