Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, baru-baru ini menyoroti fenomena di kalangan pelaku usaha kafe dan restoran yang mengganti musik dengan suara alam atau kicauan burung. Ia menegaskan bahwa tindakan ini tidak bisa dijadikan alasan untuk menghindari kewajiban membayar royalti.
Menurut Dharma, suara alam yang digunakan secara komersial tetap memiliki hak terkait jika merupakan hasil rekaman. Ia mengingatkan bahwa produser yang merekam suara tersebut tetap memiliki hak atas fonogramnya.
"Putar lagu rekaman suara burung, suara apa pun itu, produser yang merekam itu punya hak terhadap rekaman fonogram tersebut, jadi tetap harus dibayar," kata Dharma Oratmangun saat dihubungi lewat sambungan telepon, Senin (4/7).
"Ada hak terkait di situ, ada produser yang merekam," tambahnya.
Soal Lagu Luar Negeri
Tak hanya suara alam, Dharma juga menyoroti penggunaan lagu-lagu internasional di tempat usaha seperti kafe dan restoran. Ia menegaskan bahwa musik luar negeri pun tidak lepas dari kewajiban pembayaran royalti.
"Harus bayar juga kalau pakai lagu luar negeri. Kita terikat perjanjian internasional. Kita punya kerja sama dengan luar negeri dan kita juga membayar ke sana," jelasnya.
Dharma pun menyayangkan munculnya narasi bahwa hal ini justru memberatkan pelaku usaha. Ia dengan tegas membantah hal tersebut.
"Ada narasi yang sengaja dibangun keliru, seakan-akan (kami) mau mematikan kafe. Itu keliru sekali. Karena dia enggak baca aturannya, nggak baca Undang-Undang. Bahkan belum bayar, udah kembangkan narasi seperti itu," tuturnya.
Sudah Diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI
Sebagai informasi, tarif royalti musik bagi restoran dan kafe telah diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016. Dalam aturan tersebut, setiap kursi di restoran dikenakan biaya royalti sebesar Rp60.000 per tahun untuk Pencipta dan Rp60.000 per tahun untuk Hak Terkait.
Dharma berharap pelaku usaha dapat memahami aturan ini secara utuh dan tidak mencari celah untuk menghindar. Ia menekankan bahwa membayar royalti bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap karya cipta.
Recommended By Editor
- Kronologi Ayu Ting Ting disomasi Usman Hitu, bisnis karaokenya diduga langgar hak cipta
- Rossa akui penghasilan dari menyanyi tak menentu, ungkap kuncinya dalam manajemen keuangan
- Bukan cuma kata nenek, bidan juga setuju pentingnya jamu terstandar pasca persalinan
- Respons gugatan Rp24,5 Miliar, Vidi Aldiano: Aku percaya kebenaran tak selalu keluar dari suara keras
- Duduk perkara sejumlah pelanggaran Vidi Aldiano versi kubu Keenan Nasution hingga bisa gugat Rp24,5 M
- Tak gentar hadapi gugatan Keenan Nasution soal lagu Nuansa Bening, Vidi Aldiano tunjuk 15 pengacara
- Charly Van Houten emoh mumet mikir royalti, bebaskan penyanyi bawakan lagunya

