Brilio.net - Warga Denmark bakal punya hak cipta atas wajah mereka sendiri. Bukan cuma suara. Bukan cuma ekspresi. Tapi seluruh ciri digital yang bisa ditiru oleh AI. Tujuannya jelas: melawan maraknya video deepfake yang makin susah dibedakan dari kenyataan.
Aturan ini bukan rencana sepihak. Semua partai politik besar di Denmark setuju. RUU-nya siap masuk ke parlemen musim gugur nanti, setelah masa konsultasi rampung. Kalau platform digital nggak patuh? Denmark siap kasih denda besar dan ngelapor ke Komisi Eropa.
"Kami sekarang mengirimkan sinyal yang sangat jelas kepada seluruh warga bahwa kalian punya hak atas tubuh, suara, dan fitur wajah kalian sendiri," ungkap Menteri Kebudayaan Denmark, Jakob Engel-Schmidt seperti diungkap brilio.net dari Euronews, Jumat (11/7)
Deepfake sendiri bukan hal sepele. Ini bukan cuma soal meme lucu. Banyak kasus yang menyalahgunakan wajah seseorang untuk menyebarkan info palsu atau mempermalukan. Teknologi makin canggih, dan realita makin kabur. Sulit bedain mana yang asli, mana yang manipulasi.
Engel-Schmidt menyebut aturan ini sebagai bentuk perlindungan terhadap misinformasi. Sekaligus sinyal keras buat raksasa teknologi agar nggak semena-mena.
Bukan cuma Denmark yang bergerak. Negara-negara Eropa lain juga mulai menyusun aturan serupa.
Uni Eropa, lewat AI Act, mengklasifikasikan deepfake sebagai risiko terbatas. Jadi belum dilarang total, tapi wajib transparan. Konten AI harus dilabeli, bahkan diberi watermark. Kalau melanggar? Siap-siap kena denda sampai €15 juta atau 3 persen dari omzet global. Untuk praktik terlarang, dendanya bisa dua kali lipat.
foto: Shutterstock.com
Selain itu, EU juga melarang AI yang manipulatif. Termasuk teknologi yang bisa memengaruhi keputusan seseorang lewat teknik halus yang nggak disadari.
Di sektor lain, aturan Uni Eropa soal kekerasan terhadap perempuan juga masukin deepfake ke dalam pelanggaran. Terutama yang berkaitan dengan konten seksual non-konsensual. Negara anggota punya waktu sampai Juni 2027 buat menerapkan aturan ini.
Prancis juga nggak tinggal diam. Sejak 2024, siapa pun yang menyebarkan konten visual atau audio berbasis AI tanpa izin dari orang yang ditiru, bisa masuk penjara sampai dua tahun. Bahkan kalau kontennya sudah jelas diberi label "AI-generated", tetap kena. Apalagi kalau bentuknya pornografi. Tambah berat lagi hukumannya.
Di Inggris, deepfake porno juga jadi target hukum baru. Pelaku bisa dikenai denda tanpa batas. Lewat Sexual Offenses Act, hukumannya bisa sampai dua tahun penjara. Online Safety Act di sana juga mewajibkan platform untuk langsung hapus konten seksual tanpa izin. Kalau ngeyel? Bisa kena denda 10 persen dari pendapatan global.
Tapi belum semua sempurna. Menurut profesor hukum dari Queen Mary University, Julia Hörnle, hukum di Inggris masih belum menyentuh masalah utama: membuat deepfake belum tentu ilegal kalau belum disebar. Dan alat-alat pembuatnya pun masih bebas berkeliaran.
Denmark memulai langkah besar. Tapi jelas, perjuangan belum selesai. Dunia digital butuh lebih dari sekadar peringatan. Butuh perlindungan nyata. Dan mungkin, hak atas wajah sendiri adalah awal yang bagus.
Recommended By Editor
- Wapres Gibran sebut kurikulum AI diterapkan di sekolah mulai tahun ajaran baru SD-SMA
- Rayakan Hari Pelanggan Nasional 2024, BRI optimalkan AI untuk pelayanan yang responsif dan personal
- Bukan cuma kata nenek, bidan juga setuju pentingnya jamu terstandar pasca persalinan
- 7 Potret Reah Keem selebgram virtual asal Korea, mirip manusia asli
- Viral gorengan sandal jepit bikin heboh, ini fakta sebenarnya di balik video yang bikin melongo
- Heboh aplikasi World App, bayar Rp800.000 untuk scan retina, kenali risiko bahayanya


