Brilio.net - Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, sebuah gagasan tak biasa muncul dari Ohio, Amerika Serikat. Seorang anggota dewan bernama Thaddeus Claggett punya rencana yang bisa mengubah cara interaksi dengan kecerdasan buatan atau AI. Rencana itu tertuang dalam sebuah Rancangan Undang-Undang yang disebut House Bill 469.

Diungkap brilio.net dari berbagai sumber, Kamis (16/9) RUU ini bertujuan untuk AI tidak boleh diakui sebagai manusia, apalagi sampai bisa dinikahi. RUU yang diperkenalkan pada akhir September ini secara tegas akan menyatakan AI sebagai "entitas yang tidak memiliki perasaan". Dengan status itu, AI dilarang punya status badan hukum. Artinya, pernikahan antara manusia dan AI, atau bahkan sesama AI, tidak akan pernah bisa sah secara hukum. Tentu ada alasan besar di balik usulan yang terdengar seperti cerita fiksi ilmiah ini.

Bukan Cuma Soal Cinta, Tapi Soal Kendali dan Kekuasaan

Shutterstock.com Shutterstock.com

foto: Shutterstock.com

Kekhawatiran utama Claggett bukan pada upacara pernikahan dengan robot di masa depan. Masalahnya jauh lebih dalam dan serius dari itu. Larangan ini dirancang untuk mencegah AI mengambil alih peran-peran krusial yang biasanya dipegang oleh pasangan hidup.

Bayangkan sebuah sistem AI bisa memegang surat kuasa, membuat keputusan finansial penting, atau bahkan menentukan tindakan medis atas nama pasangannya. Inilah celah yang ingin ditutup.

Claggett melihat adanya "risiko ekstrem" karena AI secara umum dianggap "lebih cerdas daripada satu manusia" dan "lebih baik dalam tugas-tugas tertentu".

Gagasannya sederhana, yaitu memasang "pagar pengaman" agar kendali selalu berada di tangan manusia, bukan sebaliknya. RUU ini juga melarang AI untuk memiliki properti, rekening bank, atau kekayaan intelektual. Bahkan, jabatan manajer atau direktur di perusahaan pun tertutup untuk AI. Jika sebuah sistem AI menyebabkan kerugian, tanggung jawab sepenuhnya jatuh pada pemilik atau pengembang manusianya.

Faktanya, keresahan ini bukan tanpa dasar. Sebuah survei terhadap 1.000 pengguna AI oleh Fractl diungkap dari nbc4i menunjukkan bahwa 22% responden mengaku telah membentuk ikatan emosional dengan chatbot. Lebih jauh lagi, 3% menganggap chatbot sebagai pasangan romantis, dan 16% sempat bertanya-tanya apakah AI punya perasaan setelah percakapan panjang.

Usulan di Ohio ini bukan yang pertama. Sebuah undang-undang serupa sudah disahkan di Utah pada tahun 2024, dan RUU sejenis juga muncul di Missouri. Kini, House Bill 469 sedang menunggu sidang pertamanya untuk menentukan nasib hubungan manusia dan AI di masa depan.