Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, baru-baru ini mengungkapkan fakta mengejutkan mengenai iuran BPJS Kesehatan. Ternyata, masih banyak orang kaya yang mendapatkan bantuan iuran dari pemerintah. Bayangkan saja, ada individu dengan gaji mencapai Rp 100 juta per bulan, dan iurannya masih ditanggung oleh negara!
Budi menjelaskan bahwa data penerima bantuan iuran (PBI) menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam penyaluran bantuan. Melalui sinkronisasi data dengan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), terungkap bahwa ada penerima PBI yang seharusnya tidak berhak menerima bantuan.
BACA JUGA :
Pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan dimulai akhir 2025, cek syarat dan cara daftarnya
"Menariknya, kita menemukan bahwa ada orang-orang dalam desil 10, yaitu 10 persen orang terkaya di Indonesia, yang masih dibiayai PBI. Ini hanya 0,56 persen dari total peserta PBI BPJS Kesehatan," ungkap Budi dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR di Jakarta.
Menurut data yang disampaikan, terdapat sekitar 540 ribu orang dalam kategori desil 10 yang masih mendapatkan bantuan dari pemerintah. Budi menegaskan bahwa seharusnya individu dengan penghasilan Rp 100 juta per bulan tidak layak menerima bantuan tersebut.
"Data ini sangat penting untuk merapikan informasi mengenai siapa saja yang seharusnya menerima bantuan dari pemerintah. Kita perlu menghapus data penerima yang tidak tepat, terutama dari desil 10," tambahnya.
BACA JUGA :
23 Juta warga dapat penghapusan tunggakan BPJS Kesehatan
10 Juta Orang Tidak Tepat Sasaran
Dalam penjelasannya, Budi juga mengungkapkan bahwa total peserta PBI BPJS Kesehatan mencapai 96,8 juta, yang setara dengan 34 persen dari total populasi penduduk. Namun, ada sekitar 10,84 juta orang dari desil 6 hingga 10 yang masih menerima bantuan, yang menunjukkan bahwa sebagian dari PBI tidak tepat sasaran.
Data menunjukkan bahwa ada 5,98 juta orang di desil 6, 2,72 juta orang di desil 7, dan 1,04 juta orang di desil 8 yang seharusnya tidak menerima bantuan. Selain itu, terdapat 560 ribu orang di desil 9 dan 540 ribu orang di desil 10 yang juga tidak seharusnya mendapatkan bantuan.
Beban Iuran BPJS Kesehatan
Budi juga menjelaskan bahwa kondisi keuangan BPJS Kesehatan seringkali tidak seimbang. Beban jaminan kesehatan nasional (JKN) sering kali lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan iuran yang diterima. Meskipun ada beberapa periode di mana BPJS mencatatkan surplus, itu biasanya terjadi setelah kenaikan iuran.
"BPJS tidak pernah berkelanjutan. Dia bisa positif hanya jika iuran dinaikkan. Kenaikan iuran selalu terlambat, dan seringkali kita mengalami kerugian sebelum akhirnya menaikkan iuran," jelas Budi.
Membaik Ketika Iuran Naik
Budi mengungkapkan bahwa beban klaim JKN lebih tinggi antara tahun 2014 hingga 2018. Pada 2015-2016, beban sedikit lebih tinggi dari pendapatan saat ada kenaikan iuran. Namun, setelah kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 2019, pendapatan BPJS mulai membaik hingga 2022. Sayangnya, pada tahun 2023, beban kembali meningkat.
"Ini adalah isu yang sensitif secara politik, tetapi kita perlu terus mengkajinya untuk menjaga keberlanjutan BPJS dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Iuran BPJS itu sangat terjangkau dan bermanfaat bagi kesehatan masyarakat," tutupnya.