Brilio.net - Di tengah hiruk-pikuk tren fashion yang terus berganti dan harga barang baru yang makin tinggi, muncul gaya hidup unik di kalangan anak muda thrifting. Tidak sekadar membeli barang bekas karena murah, aktivitas ini kini menjadi cara untuk tampil stylish, mengekspresikan diri, dan sekaligus peduli lingkungan. Dari jaket vintage, sepatu klasik, hingga aksesori langka, setiap barang thrift punya cerita dan karakter yang membuat pemiliknya tampil berbeda.
Fenomena thrifting bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal kreativitas, keberlanjutan, dan komunitas. Anak muda kini menjadikan thrifting sebagai bagian dari identitas dan gaya hidup, bahkan ada yang menjadikannya peluang bisnis. Lalu, sebenarnya apa itu thrifting, dan mengapa kini begitu populer di kalangan Gen Z?
BACA JUGA :
Apa itu kalcer? Pahami arti, asal, dan kenapa istilah ini lagi ngetren di kalangan anak muda
Apa itu thrifting?
Menurut penjelasan dari Spreadable Media yang dilansir brilio.net pada Kamis (6/11), thrifting adalah kegiatan membeli barang bekas pakai, biasanya pakaian, sepatu, atau aksesori yang masih layak digunakan atau bahkan nyaris baru. Barang-barang ini sering kali memiliki karakter unik, model vintage, atau detail yang sulit ditemukan di toko baru, sehingga membuatnya menarik bagi anak muda yang ingin tampil beda.
Awalnya, thrifting hanya dianggap sebagai cara hemat atau memenuhi kebutuhan karena keterbatasan dana. Namun sekarang, khususnya di kalangan anak muda, kegiatan ini telah berubah menjadi pilihan gaya hidup. Thrifting tidak lagi sekadar soal membeli barang murah, tapi juga cara mengekspresikan diri, menunjukkan kreativitas, hingga ikut berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan. Dengan kata lain, setiap item thrift bukan hanya bernilai ekonomis, tapi juga punya cerita, gaya, dan makna tersendiri bagi pemiliknya.
Asal mula thrifting dan perjalanan tren
Menurut penelitian sejarah dari Spreadable Media, aktivitas memakai dan memperdagangkan pakaian bekas sudah berlangsung sejak zaman awal industri di Eropa. Saat itu, harga pakaian baru sangat mahal, sehingga banyak orang memilih untuk menggunakan atau membeli pakaian bekas sebagai solusi praktis dan terjangkau.
BACA JUGA :
Bukan hanya genangan air, ini 10 fakta mengejutkan tentang penularan DBD yang perlu kamu tahu
Memasuki abad ke-20, munculnya toko barang bekas atau thrift stores mulai menunjukkan fungsi sosial yang lebih luas. Tidak hanya sebagai tempat membeli pakaian murah, toko-toko ini juga membantu masyarakat berpenghasilan rendah dengan menyediakan akses ke barang layak pakai. Selain itu, kegiatan ini memberi peluang bagi komunitas untuk saling bertukar barang dan memperkuat jaringan sosial.
Penelitian dari One Planet Capital menunjukkan bahwa pasar pakaian bekas global terus berkembang pesat dan diproyeksikan akan mencapai nilai ratusan miliar dolar dalam beberapa tahun ke depan. Fakta ini membuktikan bahwa thrifting tidak lagi sekadar solusi hemat lama, tetapi telah menjadi gerakan gaya hidup yang modern, kreatif, dan digemari secara global.
Mengapa thrifting populer di kalangan anak muda?
foto: freepik.com
Menurut data dari Capital One Shopping, sekitar 83% generasi Gen Z sudah pernah atau tertarik membeli pakaian bekas.
1. Gaya hemat tapi tetap keren
Biaya hidup yang tinggi membuat anak muda mencari cara untuk tetap stylish tanpa harus selalu membeli barang baru. Thrifting menjadi solusi nyata.
2. Unik dan ekspresi diri
Penelitian dari WGSN menyebutkan bahwa sekitar 40% Gen Z membeli barang pre-loved karena gaya tersebut tidak ditemukan di toko baru. Barang thrift sering punya karakter model lama, motif unik, atau produksi terbatas, membuat penggunanya tampil beda.
3. Ramah lingkungan dan berkelanjutan
Penelitian dari BYU Universe menunjukkan bahwa kesadaran akan dampak lingkungan dari fast fashion mendorong anak muda memakai kembali barang bekas.
4. Pengaruh media sosial dan tren digital
Media sosial dan marketplace online mempermudah anak muda berburu barang thrift dan berbagi pengalaman melalui konten kreatif seperti haul thrift atau tips mix and match.
5. Peluang kreatif dan bisnis
Thrifting juga membuka peluang bagi generasi muda menjadi reseller barang bekas, membuka butik thrift, atau menjadi content creator.
Ciri khas gaya hidup thrifting anak muda
1. Berburu harta karun
Anak muda menjelajahi toko thrift, baik fisik maupun online, untuk menemukan barang langka dan unik yang sulit didapat di toko biasa. Aktivitas ini seperti berburu harta karun karena setiap item bisa punya cerita, model vintage, atau desain yang jarang ditemukan.
2. Mix dan match kreatif
Salah satu keseruan thrifting adalah mengombinasikan barang thrift dengan item baru atau aksesori trendi. Dengan cara ini, anak muda bisa menciptakan gaya yang personal dan berbeda dari orang lain, sekaligus menampilkan kreativitas dalam berpakaian.
3. Komunitas dan berbagi pengalaman
Thrifting juga membangun komunitas, baik online maupun offline. Anak muda saling berbagi rekomendasi toko thrift, tips mix and match, hingga hasil temuan terbaik mereka. Hal ini membuat thrifting tidak hanya soal belanja, tetapi juga pengalaman sosial dan hiburan.
4. Kesadaran keberlanjutan
Memakai ulang barang bekas menjadi aksi nyata untuk menjaga lingkungan. Anak muda yang melakukan thrifting ikut mengurangi limbah fashion, menekan konsumsi massal, dan mendukung gaya hidup yang lebih berkelanjutan.
5. Menolak mainstream berlebihan
Banyak anak muda merasa barang baru massal terlalu umum dan mudah ditemui siapa saja. Barang thrift, dengan keunikannya, memberi kesan berbeda dan personal, sehingga pemakainya bisa tampil lebih autentik dan kreatif.
Fungsi dan manfaat thrifting
1. Ekonomi: Hemat pengeluaran, dana bisa dialokasikan ke kebutuhan lain seperti hobi atau tabungan.
2. Sosial: Anak muda dapat menunjukkan identitas unik melalui fashion.
3. Lingkungan: Pemakaian ulang barang membantu mengurangi dampak fast fashion.
4. Kultural: Barang thrift sering punya cerita atau era berbeda (vintage), melestarikan gaya klasik.
Contoh nyata anak muda yang melakukan thrifting
1. Mahasiswa memilih jaket bermerek bekas murah, lalu dipadukan dengan celana era 90-an agar tampil beda.
2. Influencer membuat konten "haul thrift" viral, menginspirasi teman sebaya mencoba thrifting.
3. Komunitas thrift lokal mengadakan swap meet, kegiatan sosial dan ramah lingkungan untuk mendapatkan barang baru secara berbeda.
(Magang/Aji setyawan)