Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, baru-baru ini mengumumkan bahwa pemilik pagar laut yang berada di kawasan pesisir pantai utara (pantura) Kabupaten Tangerang, Banten, akan dikenakan sanksi denda administratif sebesar Rp18 juta per kilometer. Ini adalah langkah tegas pemerintah untuk menegakkan hukum dan melindungi hak nelayan yang terancam oleh keberadaan pagar laut tersebut.
Trenggono menjelaskan bahwa meskipun total denda untuk pemilik pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang belum dirinci, sanksi ini pasti akan diberlakukan.
BACA JUGA :
Kunjungan Jokowi ke Natuna mendapat perhatian luas media asing
"Belum tahu persis (totalnya), itu bergantung pada luasan. Kalau (pagar di perairan Tangerang) itu kan 30 kilometer ya, per kilometer Rp18 juta," ungkapnya saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta.
Proses pengungkapan siapa pemilik pagar laut ini masih dalam tahap pendalaman, dengan koordinasi bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang, Nusron Wahid. "Begitu kita dapat (pelakunya) akan didenda. Dari kami sanksi denda karena lebih ke arah sanksi administratif, kalau ada unsur pidana itu kepolisian," tambah Trenggono.
Sebelumnya, Nusron Wahid juga menyebutkan bahwa ada dua orang yang terindikasi sebagai pelaku, dan kasus ini akan diserahkan kepada aparat penegak hukum. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah memanggil dan memeriksa dua nelayan yang mengklaim memasang pagar laut tersebut, dan pemeriksaan masih berlangsung.
BACA JUGA :
Akhirnya terungkap, teka-teki perusahaan pemilik sertifikat HGB pagar laut Tangerang
Pemasangan pagar laut di perairan Tangerang ini juga menjadi perhatian KKP untuk memantau seluruh pergerakan melalui sistem "Ocean Big Data". "Saya koreksi dan perbaiki terus dengan sistem. Sebenarnya kalau kita sudah terimplementasi semuanya yang Ocean Big Data sudah ketahuan," kata Trenggono.
Di sisi lain, Menteri ATR Nusron Wahid mengungkapkan bahwa dua perusahaan telah mengantongi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut Tangerang. Rinciannya, PT Intan Agung Makmur memiliki 234 bidang, dan PT Cahaya Inti Sentosa memiliki 20 bidang, serta 9 bidang milik perseorangan, totalnya 263 SHGB yang diterbitkan di lokasi tersebut.
Kementerian ATR/BPN juga telah meminta keterangan dari kepala Kanwil Banten dan kantor pertanahan Kabupaten Tangerang mengenai penerbitan sertifikat HGB di kawasan pagar laut. Mereka mengaku telah memberikan seluruh informasi dan bukti terkait terbitnya sertifikat tanah di atas lautan tersebut.
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta pemerintah untuk menegakkan hukum terhadap pelanggaran terkait pagar laut ini, karena penerbitan sertifikat HGB dan SHM di wilayah perairan pesisir Tangerang merupakan pelanggaran serius. KNTI menegaskan bahwa praktik kolusi antara oknum pejabat dan perusahaan dalam menerbitkan HGB dan SHM ilegal di atas laut harus diusut tuntas.
Dalam konteks yang lebih luas, KNTI juga mendesak agar kasus ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk memeriksa kasus-kasus serupa di seluruh Indonesia. Pagar laut di Tangerang adalah contoh nyata dari banyak modus perampasan ruang laut yang berdampak negatif terhadap nelayan kecil. Praktik ini, seperti reklamasi pantai dan penambangan pasir, sering kali mengorbankan kepentingan nelayan yang bergantung pada sumber daya alam di laut.