Brilio.net - Pernah nggak sih kamu chatting sama seseorang, tapi balasannya cuma, ok, ya, atau k? Padahal kamu sudah ngetik panjang-panjang, tapi yang datang malah satu kata kering tanpa emosi. Nah, bisa jadi kamu lagi berhadapan dengan yang namanya dry text, gaya komunikasi lewat chat yang terasa dingin, datar, dan minim usaha.
Apa itu dry text?
Menurut penjelasan dari Cambridge Dictionary, istilah "dry" berarti tidak menarik atau tidak mengandung emosi, dan dalam konteks percakapan digital, dry texting menggambarkan respons singkat yang minim ekspresi.
BACA JUGA :
Apa itu majas personifikasi? Pahami pengertian, ciri, dan contohnya yang mudah dipahami
Sementara itu, artikel dari Vox (2024) menjelaskan bahwa dry texting adalah saat seseorang memberi balasan yang sangat pendek dan tidak menunjukkan minat untuk melanjutkan obrolan, seperti hanya menjawab ok, ya, atau haha.
Begitu juga menurut Practical Pie (2023), dry text sering dianggap sebagai "pesan yang terasa seperti tugas, bukan percakapan." Dengan kata lain, dry text adalah bentuk komunikasi lewat pesan yang terasa dingin dan tidak hidup, seakan penerimanya tidak benar-benar ingin berbicara.
Ciri-ciri chat yang termasuk dry text
Menurut beberapa sumber seperti Vogue dan Headway Blog, ada beberapa ciri khas yang bisa kamu kenali saat seseorang (atau bahkan kamu sendiri) mulai melakukan dry text:
BACA JUGA :
Polarisasi adalah: Kenali arti, jenis, penyebab, dan dampaknya dalam kehidupan sosial
1. Balasan cuma satu atau dua kata, seperti iya, k, atau terserah.
2. Nggak ada pertanyaan balik atau komentar tambahan yang memancing respon.
3. Minim tanda baca atau emoji, jadi terasa hambar.
4. Waktu balasnya lama, tapi isi chatnya tetap singkat.
Kenapa dry text bisa terjadi?
foto: freepik.com
Menurut penjelasan dari Vogue (2023), penyebab utama dry texting adalah perbedaan gaya komunikasi antar individu. Ada orang yang ekspresif dan suka cerita panjang, tapi ada juga yang lebih suka to the point. Jadi, ketika dua gaya ini bertemu di ruang chat, percakapan bisa terasa timpang.
Selain itu, Vox menambahkan bahwa mood dan situasi juga berpengaruh. Saat seseorang sedang lelah, sibuk, atau nggak fokus, mereka cenderung membalas seadanya tanpa niat membuat obrolan berlanjut.
Sedangkan penelitian dari ResearchGate (2022) menjelaskan bahwa komunikasi lewat teks memang rentan disalahartikan karena tidak ada ekspresi wajah, intonasi, atau bahasa tubuh. Pesan yang niatnya netral bisa terbaca dingin oleh penerimanya.
Jadi, dry text tidak selalu berarti seseorang acuh atau bosan. Kadang, itu cuma efek dari keterbatasan media komunikasi digital yang memang minim konteks emosional.
Dampak dry text dalam hubungan dan komunikasi
Meski terlihat sepele, dry text bisa punya dampak besar dalam hubungan. Menurut studi yang dimuat oleh Harvard Business Review (2022), gaya komunikasi lewat teks yang terlalu "kering" dapat memengaruhi hubungan interpersonal karena menimbulkan kesan tidak tertarik atau tidak sopan. Ketika seseorang terus-menerus menerima balasan singkat tanpa konteks tambahan, mereka bisa merasa diabaikan atau tidak dihargai.
Hal ini juga dibahas dalam artikel Make Headway, yang menyebut bahwa dry texting dapat mematikan percakapan bahkan sebelum benar-benar dimulai. Bagi pasangan atau teman dekat, situasi ini sering bikin salah paham dan menciptakan jarak emosional. Dalam konteks pekerjaan, gaya chat yang terlalu singkat tanpa sapaan atau tanda perhatian bisa dianggap tidak profesional.
Cara menghindari dan mengatasi dry text
Menurut Psychology Today (2023), kunci untuk menghindari dry text adalah menambahkan unsur keterlibatan dalam pesan. Artinya, bukan sekadar menjawab, tapi juga memberi sedikit konteks atau emosi agar obrolan tetap hidup. Beberapa cara yang bisa kamu lakukan antara lain:
1. Gunakan pertanyaan terbuka.
Misalnya, ganti "udah makan?" jadi "tadi makan di mana? enak nggak?" supaya percakapan lebih mengalir.
2. Tambahkan ekspresi kecil.
Gunakan emoji atau kata tambahan seperti "haha", "loh iya juga ya", "bener banget!" untuk membuat pesan terasa lebih hangat.
3. Tunjukkan perhatian.
Menurut Vogue, validasi kecil seperti "wah, pasti capek banget ya" bisa membantu menjaga koneksi emosional dalam chat.
4. Kenali gaya komunikasi lawan bicara.
Kalau dia memang tipe singkat tapi sebenarnya tetap responsif di kehidupan nyata, mungkin gaya itu bukan tanda acuh.
5. Gunakan media lain saat perlu.
Jika pembicaraan terasa datar lewat teks, coba berpindah ke voice note atau video call agar emosi tersampaikan lebih jelas.
Apakah dry text selalu pertanda buruk?
Menurut Verywell Mind (2023), dry texting tidak selalu menandakan seseorang sudah kehilangan minat. Beberapa orang memang lebih nyaman menulis singkat karena kepribadian atau kebiasaan mereka.
Namun, kalau gaya ini terjadi terus-menerus tanpa upaya memperbaiki komunikasi, bisa jadi itu sinyal bahwa hubungan butuh perhatian lebih.
Penulis: Magang/Aji Setyawan