Brilio.net - Nama kelompok musik Rupadhatu mungkin masih terasa asing di telinga penikmat musik Tanah Air. Sebenarnya grup musik ini sudah terbentuk sejak 2014 silam. Grup musik ini sangat unik.
Memadukan musik pop dan folk dengan musik etnik Nusantara. Menariknya lagi, mereka kerap meracik musik yang dipadukan dengan karya sastra seperti pada lagu Aku, sebuah proses daur ulang puisi karya penyair bohemian Chairil Anwar berjudul sama.
                        BACA JUGA :                        
                        Padi Reborn ajak masyarakat disiplin 3M lewat lagu, ini 5 faktanya                    
Lagu ini masuk dalam album mini perdana Rupadhatu bertajuk “Mana” yang baru saja dirilis. Dalam proyek pertamanya ini, Rupadhatu berangkat dari gagasan tentang eksistensi, kontemplasi diri, dan diskursus soal angan-angan di dunia modern.
Nah buat Sobat Brilio yang ingin tahu lebih jauh mengenai kelompok musik yang mengangkat alat musik dan nada-nada khas Indonesia dalam setiap lagu mereka, berikut faktanya.
1. Bermula pada pertengahan 2014
                        BACA JUGA :                        
                        A Nayaka rilis single terbaru untuk meluapkan emosi, ini 4 faktanya                    
Grup musik ini terbentuk pada pertengahan 2014. Berawal dari ngopi sepulang kuliah dan gitar seadanya, ditengah bimbingan skripsi yang masih luntang-lantung, saat itu Azhar Sacawiruna, Hakim Mohamad Akhsan dan Jonhny Hanjaya merasakan adanya kecocokan dalam bidang karya sastra dan musik. Mereka kemudian memutuskan membuat sebuah band dengan nama Rupadhatu.
2. Kosmologi Buddha
Filosofi digunakannya nama Rupadhatu diambil dari tingkatan kedua dari tiga tingkatan spiritual dalam kosmologi Buddha yaitu Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu. Rupadhatu diisyaratkan sebagai dunia yang sudah dapat melepaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk.
Inilah yang menginspirasi mereka dalam meracik musik. Meskipun mereka menyadari dan menerima musik etnik sebagai genre musik yang harus dilestarikan, namun mereka masih terikat genre pop dan modern. Jalan tengahnya, mereka mencoba memadukan musik pop dan folk dengan musik etnik asli Nusantara.
3. Memadukan karya sastra
Rupadhatu merilis mini album (extended play/EP) perdana bertajuk Mana yang mengeksplorasi berbagai corak bebunyian yang kental dengan ketukan-ketukan perkusif, serta lirik dialektis sederhana berbalut nada-nada pentatonik dan atmosferik.
Mini album yang berisi lima materi lagu ini (Nirmana, Ongkara, Aku, Altar, dan Tigris Sondaica) proses kreatifnya sudah diramu secara kolektif sejak 2014 silam. Melalui album mini ini juga Rupadhatu banyak meminjam terminologi dari epos nusantara untuk menangkap realita kehidupan modern, fenimena sosial-digital, dualisme duniawi, ode untuk kepunahan, dan hal metafisik.
Keseluruhan gagasan itu dituangkan dalam setiap lagu, termasuk Aku, sebuah musikalisasi puisi Chairil Anwar. Album mini ini sudah dapat didengar di sejumlah layanan streaming musik digital.
“Kami mencoba mengejewantahkan energi metafisik dalam proses penjelajahan ide dan kreasi melalui medium musik dengan tema epos-epos terdahulu yang dirasa masih cukup relevan,” terang Rupadhatu.